“Meskipun sometime EBTKE sudah bisa memenuhi kebutuhan energi, maka kebutuhan bahan baku industri khususnya petrokimia masih sangat besar. Jadi, (migas) akan bergeser ke arah sana,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam konferensi pers terkait kinerja hulu migas kuartal pertama 2022 di Jakarta, Jumat.
Dwi mengungkapkan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) saat ini masih menghadapi persaingan harga, sehingga harus mendapatkan berbagai insentif untuk bisa bersaing dengan energi konvensional dari minyak dan fuel bumi.
Apabila tidak ada lembaga finansial yang mau mendanai proyek-proyek hulu migas, maka tidak akan ada tambahan produksi migas, sedangkan energi baru terbarukan masih belum siap memenuhi kebutuhan energi masyarakat maupun industri.
Dalam bauran energi nasional, meskipun porsi migas diperkecil tetapi dari sisi quantity sampai tahun 2050, migas masih akan terus meningkat dengan proyeksi konsumsi minyak naik 139 persen dan konsumsi fuel bumi naik hingga 298 persen.
Baca juga: SKK Migas: Realisasi penerimaan negara capai Rp62 triliun
Pemerintah Indonesia menempatkan arah kebijakan peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan dan menjadikan fuel sebagai faktor penting dalam program transisi energi ke depan karena fuel mudah didistribusikan, disimpan, serta rendah karbon.
Kementerian ESDM memproyeksikan bahwa cadangan fuel alam di Indonesia mencapai 62,4 triliun kaki kubik dengan cadangan terbukti sebanyak 43,6 triliun kaki kubik.
Pada 2021, konsumen fuel terbesar dalam negeri adalah industri sebesar 28,22 persen, listrik 12,04 persen, dan pupuk sebesar 12,45 persen. Sedangkan 20,05 persen diekspor dalam bentuk fuel alam cair dan sebanyak 13,15 persen diekspor melalui pipa.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2022