Praktisi Perbankan Ungkap Syarat Jika Pengelolaan Dana Haji RI Ingin seperti LTH Malaysia

Praktisi Perbankan Ungkap Syarat Jika Pengelolaan Dana Haji RI Ingin seperti LTH Malaysia

Posted on


TEMPO.CO, Jakarta – Praktisi Perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peneliti Lembaga ESED Chandra Bagus Sulistyo menanggapi soal Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang perlu belajar dari Lembaga Tabung Haji (LTH) di Malaysia dalam pengelolaan dana haji. Karena aktivitas LTH dikabarkan menggunakan sistem seperti perbankan, berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Jika ingin menggunakan sistem perbankan, kata Chandra, BPKH harus terlebih dahulu mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Kemudian, diubah pula tugas dan fungsi BPKH.

“Itu menurut saya enggak mudah karena perlu dapat persetujuan anggota dewan (DPR RI),” ujar dia kepada Tempo pada Senin, 20 Februari 2023.

Menurut dia, BPKH sekarang dengan sistem perbankan itu cukup berbeda, mulai dari regulasinya, otoritasnya, hingga tanggung jawabnya. “Itu, berbeda,” ucap Chandra. Namun, jika BPKH bisa menggunakan sistem perbankan, tentu bisa akan mendapatkan return yang tinggi dari investasi dana haji.

“Tentu saja bisa (dapat return tinggi), karena tadi fungsi dan tujuan, serta tugasnya sudah terbentuk sedemikian rupa,” tutur dia.

Sebelumnya, Anggota Badan Pelaksana BPKH Amri Yusuf mengatakan pengelolaan dana haji di Indonesia berbeda dengan LTH yang dimiliki Malaysia. Sehingga, investasi yang dilakukan BPKH dan LTH tidak bisa dibandingkan. “Memang ini tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan kami karena ada beberapa aspek yang berbeda,” ujar dia.

Perbedaan pertama, LTH bisa masuk ke direct funding setelah 20 tahun berdiri. Lembaga tersebut berdiri pada tahun 1960-an, kemudian pada tahun 1980-an mulai masuk ke direct funding, seperti perkebunan dan industri yang saat itu didukung oleh pemerintah Malaysia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

“Sementara, jika BPKH—yang baru berdiri pada 2017—diminta masuk ke direct funding, dibandingkan dengan LTH, Indonesia perlu belajar lagi,” ucap Amri.

Perbedaan kedua, menurut dia, kemungkinan LTH di Malaysia bekerja seperti perbankan. Jumlah jemaah haji tunggunya memang lebih kecil dari Indonesia, hanya 3,5 juta orang, tapi deposannya yang dananya dikelola LTH jumlahnya 9 juta orang.

Bahkan, Amri menjelaskan, dari usia anak-anak sampai yang sudah berhaji itu bisa menabung di LTH. Sedangkan BPKH tidak seperti itu. Karena hanya menerima tabungan jemaah yang ingin berangkat haji saja.

“Kalau di Malaysia itu boleh, jadi anak-anak boleh menabung nanti kalau misalnya dananya cukup dia bisa ikut mendaftar menjadi jemaah haji,” kata dia.

Perbedaan ketiga, di Malaysia, jika orang sudah berangkat haji, kemudian ingin berhaji kembali tidak akan mendapatkan subsidi. Jadi, Amri berujar, subsidi hanya diberikan sekali. Sementara di Indonesia, yang sudah haji masih bisa mendapatkan subsidi.

Sementara perbedaan keempat adalah di Malaysia, ada pembeda bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi. Sehingga subsidinya bisa diberikan kepada orang yang tidak mampu. “Ini beberapa catatan tentang LTH. Kita ingin mencontoh jalan yang ditempuh oleh LTH tapi beberapa perbedaan itu perlu dipertimbangkan,” tutur Amri.

Pilihan EditorPraktisi Perbankan: Investasi Dana Haji Belum Maksimal karena Masih Konvensional

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google Information, klik di sini.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *