TEMPO.CO, Jakarta – Serikat pekerja UGTT Tunisia menggelar unjuk rasa di ibukota Tunis, Sabtu, 4 Maret 2023. Ini merupakan protes terbesar terhadap Presiden Kais Saied, yang sebelumnya bertindak keras terhadap lawan politiknya.
Tindakan keras itu adalah yang terbesar sejak perebutan kekuasaan Saied, dan lawan-lawannya mengatakan semakin jelas bahwa dia telah merusak demokrasi yang dimenangkan dalam revolusi 2011 dan memicu Arab Spring.
Ribuan pengunjuk rasa memenuhi Habib Bourguiba Avenue, jalan utama di Tunis tengah, memegang spanduk bertuliskan “Tidak untuk aturan satu orang” dan meneriakkan “Kebebasan! Akhiri negara polisi”.
Tunisia dicekam ketakutan setelah berminggu-minggu terjadi penangkapan terhadap lawan-lawan terkemuka Saied, yang melakukan tindakan keras pertamanya sejak dia merebut kekuasaan pada 2021 dengan membubarkan parlemen dan membentuk pemerintahan dengan dekrit.
“Kita akan terus membela kebebasan dan hak, apapun resikonya. Kita tidak takut dipenjara atau ditangkap,” kata pemimpin UGTT Noureddine Taboubi kepada massa.
“Saya salut kepada para ahli hukum dan politisi yang dipenjara di Mornaguia,” tambahnya, merujuk pada para tahanan baru-baru ini.
Hamma Hammami, ketua Partai Buruh, mengatakan protes adalah jawaban atas apa yang disebutnya “kediktatoran merayap” Saied. “Dia ingin menyebarkan ketakutan tapi kami tidak takut,” katanya.
Saied membantah tindakannya sebagai kudeta, dengan mengatakan itu authorized dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari kekacauan.
UGTT awalnya lamban mengkritik Saied, yang oleh partai politik dianggap melakukan kudeta. Namun ketika presiden mengkonsolidasikan cengkeramannya sambil mengabaikan serikat pekerja dan pemain lain, UGTT mulai menantangnya secara terbuka.
Seorang pejabat serikat senior ditahan bulan lalu karena mengorganisir pemogokan operator jalan tol, mendorong surat kabar UGTT menuduh Saied menyatakan perang terhadap organisasi dan jutaan anggotanya.
Minggu ini pihak berwenang melarang para pemimpin serikat pekerja asing memasuki Tunisia untuk mengambil bagian dalam aksi solidaritas dengan UGTT, dan Saied mengatakan dia tidak akan menerima orang asing bergabung dalam protes.
Besarnya aksi unjuk rasa Sabtu menunjukkan serikat pekerja tetap menjadi musuh kuat yang mungkin sulit disingkirkan oleh Saied saat ia bergerak untuk mengesampingkan lawan-lawan lain setelah pemilihan parlemen yang mendapat dukungan sangat rendah.
Dengan krisis ekonomi Tunisia, keuangan negara di ambang kebangkrutan dan kekurangan bahan pokok, potensi kemarahan publik dapat meningkat.
Selama beberapa minggu terakhir polisi telah menahan lebih dari selusin tokoh oposisi terkemuka, sebagian besar terkait dengan koalisi partai dan rencana unjuk rasa pada hari Minggu, menuduh mereka berkonspirasi melawan keamanan negara.
Mereka yang ditangkap termasuk politisi dari kelompok Islam Ennahda, yang merupakan partai terbesar di parlemen sebelum dibubarkan, pemimpin kelompok protes, kepala media independen utama Tunisia dan seorang pengusaha terkemuka.
“Saied mengancam semua orang di sini. Partai, masyarakat sipil, serikat pekerja. Semua kebebasan… Rakyat Tunisia di sini mengatakan kami tidak dapat menerima populisme dan kediktatoran yang baru lahir,” kata Najeh Zidi, seorang guru yang ikut dalam protes tersebut.
Pilihan editor Tumbangnya Presiden Tunisia Zine Ben Ali dan Cikal Bakal Arab Spring
REUTERS